Sunday, December 8, 2013
Browse Manual »
Wiring »
angin
»
berlalu
»
cerpen
»
kenangan
»
selintas
»
Cerpen Kenangan Selintas Angin Berlalu
Selintas Angin Berlalu
Oleh: Rizki Novianti
Derasnya hujan mengiringi langkah ku yang semakin tergesa-gesa, suara panggilan nama ku masih terdengar dari arah belakang. “kiiw ke rumah aku dulu, hujan nya makin gede!” sahut asti pada ku, tak ku hiraukan panggilan itu. Semakin lama semakin deras saja hujan mengguyur. Tubuh ku mulai menggigil, namun langkah kaki menjadi lambat seakan alam mengetahui perasaan ku yang tengah menangis. Sepanjang perjalanan ku lihat hilir mudik orang-orang berlarian mencari tempat berteduh, tidak dengan langkah ku yang begitu santai menyusur jalananan. Otak ku tak hentinya memikirkan seseorang itu yang kini membuat hidupku kacau, ku menangis di balut air hujan yang menyamarkan. Mata ku menyapu kemana arah ku berjalan.
Ia.. dia yang dulu membuat ku bahagia. Masih saja kudengar dan ku ingat tentang nya, yang membuat ku gugup saat bersamanya. Kata sayang tak pernah lepas dari ucapnya, kata cintanya, senyum manisnya, tingkah lakunya. Ingat saat pertama kali ku mengenalnya, terpesona saat pandangan pertama. Fikir ku apakah mungkin aku bisa lebih dekat dengan dia, perasaan tak akan bisa karna ku sadari tak ada yang bagus dari diri ku sendiri.
Datang di waktu yang tepat ketika cintaku hilang. Sangat menyedihkan hidupku, kadang kala aku berpura-pura tak peduli dengan semua yang ku alami, dengan semua yang ku rasakan. Tapi itu hanya membuat ku dan menjadikan ku orang munafik aku tak mau jadi orang munafik ,orang yang suka bohong dan berpura-pura. Ini hidupku dan ini kehidupan ku. So, aku harus percaya dengan diri ku sendiri.
Cerpen Kenangan Selintas Angin Berlalu
Oleh: Rizki Novianti
Derasnya hujan mengiringi langkah ku yang semakin tergesa-gesa, suara panggilan nama ku masih terdengar dari arah belakang. “kiiw ke rumah aku dulu, hujan nya makin gede!” sahut asti pada ku, tak ku hiraukan panggilan itu. Semakin lama semakin deras saja hujan mengguyur. Tubuh ku mulai menggigil, namun langkah kaki menjadi lambat seakan alam mengetahui perasaan ku yang tengah menangis. Sepanjang perjalanan ku lihat hilir mudik orang-orang berlarian mencari tempat berteduh, tidak dengan langkah ku yang begitu santai menyusur jalananan. Otak ku tak hentinya memikirkan seseorang itu yang kini membuat hidupku kacau, ku menangis di balut air hujan yang menyamarkan. Mata ku menyapu kemana arah ku berjalan.
Ia.. dia yang dulu membuat ku bahagia. Masih saja kudengar dan ku ingat tentang nya, yang membuat ku gugup saat bersamanya. Kata sayang tak pernah lepas dari ucapnya, kata cintanya, senyum manisnya, tingkah lakunya. Ingat saat pertama kali ku mengenalnya, terpesona saat pandangan pertama. Fikir ku apakah mungkin aku bisa lebih dekat dengan dia, perasaan tak akan bisa karna ku sadari tak ada yang bagus dari diri ku sendiri.
Datang di waktu yang tepat ketika cintaku hilang. Sangat menyedihkan hidupku, kadang kala aku berpura-pura tak peduli dengan semua yang ku alami, dengan semua yang ku rasakan. Tapi itu hanya membuat ku dan menjadikan ku orang munafik aku tak mau jadi orang munafik ,orang yang suka bohong dan berpura-pura. Ini hidupku dan ini kehidupan ku. So, aku harus percaya dengan diri ku sendiri.
Setiap hari ku lihat di balik jendela yang sedikit tertutup gorden putih kusam, dia berjalan mondar-mandir menuju lorong. Orang yang berperawakan kurus, tinggi, putih itu membuat ku tersenyum saat melihatnya. Sekejap aku menjadi manusia aneh saat itu. Teman-teman ku melongok penasaran dengan apa yang sedang terjadi pada ku. Mereka melihat ke arah jendela “oohhhh.. ekhmp” mereka menyindir dengan suara serakan yang disengaja dan mata yang melirik tertuju padaku. Aku hanya tertunduk malu dan menutup wajah merah, tersunggingkan sedikit senyum di bibir.
Pagi itu aku dan pandawa 5 –begitu kami menamakan persahabatan yang sudah cukup lama terjalin dengan kebersamaan, keakraban, keceriaan, marah, senyum, dan jenuh- menuju uks. Ku lihat sekujur tubuh sedang terbaring, terlelap di tempat tidur. Ku longok siapa dia, dengan kepala sedikit mengangkat dan kaki menjinjit “hhah.. Pria sakit??” sontak dalam benak ku sebari mengerutkan kening. “sakit apa dia?” tanyaku pada Tia petugas uks. “gak tahu tuhh aneh dia, katanya sih pusing tapi sudah di suruh minum obat kok.” Jawab Tia yang memang masih anggota p5.
Kasihan dia. Andai saja aku yang bisa ada untuk dia pasti senang nya bukan kepalang. Jauh dari orang tua memang menyiksa semua harus dilakukan sendiri. Ia siih belajar mandiri tapi kan... hmpt GAK NAHAN!
Pria juga jauh dengan orang tua, ibu bapak nya di Sumatra dia sendiri tinggal dengan saudara sepupunya di Bandung. Saat seperti ini aku hanya bisa berdoa semoga saja dia bisa dapat orang yang benar-benar menyayanginya. Semoga saja.
Tempat nongkrong favorite anak p5 itu di taman sekolah. Tempat nya yang teduh, nyaman, membuat hati terasa damai. Juga tempat itu sering dilewati Pria dan Dima. Setiap pagi sebelum bel masuk, istirahat, ataupun sepulang sekolah mereka dan para cowok-cowok lainnya paling senang nongkrong di atas barak osis. Ada yang main tenis meja, atau sekedar duduk-duduk dan berdiam diri saja. Live lihat Pria depan aku jadi salting –salah tingkah- tapi tetap bersikap biasa saja. jaim gitu!
Anggra dan Anton menggoda ku “cepet kamu main, mumpung dia ada disini.”
“iih.. gak mau” aku menolak malu. Nanti kalau tidak bisa muka ku mau di taruh dimana?? GUBRAG!
Mereka sama-sama konyol, mereka bilang “suka yaa sama Pria??” tambah malu saja jadinya, mereka Cuma malu-maluin aku depan dia.. duo yang aneh!
Di sekolah aku melihat Pria ditangga, di lorong, di perpustakaan, di biro, di lapangan olahraga. Tanpa sengaja ku dengar sekilas obrolan Pria dan teman-temannya, saat aku hendak akan menuju resepsionis.
“gimana Pri udah dapetin dia belum?” salah seorang temanya bertanya sambil menggoda dan menarik-narik tangan pria meminta untuk segera menjawab pertanyaannya. Namun, Pria hanya tersenyum kecil menganggap pertanyaan itu hanya sekedar banyolan. Dengan cueknya Pria langsung pergi meninggalkan teman-temanya.
“dia?? dia siapa??” batin ku bertanya-tanya. Penasaran. Aku mulai putus asa tak yakin dapat mengenal Pria lebih dekat apalagi berharap lebih darinya.
“GAK MUNGKIN, GAK MUNGKIN DAN GAK AKAN PERNAH MUNGKIIIN! Mana mau dia melihat cewek seperti aku. Ohh my.. harusnya aku sadar diri donk kalau Pria suka sama cewek lain yang pastinya bukan aku.” hati ku menyentak.
Jumat pagi tiba-tiba Tia memberikan nomor handphone Pria padaku.
“kamu dapat dari mana Ti nomor handphone dia?” tanya ku heran pada Tia sambil terus mengetik-ketikan nomor handphone yang diberikan padaku.
“dari Dima. Ihh nyebelin lah dia masa aku disangka suka sama Pria??” kata Tia dengan wajah sedikit menganga.
“siapa juga yang suruh kamu minta nomor handphone dia??” aku menaikan kedua halis dan menyunggingkan sedikit senyuman setengah bibir pada Tia.
“tapi kamu senangkan?? Jangan lupa sms dia yaa!” pesan Tia padaku.
Aku berfikir sejenak dalam lamunanku masa ia siih aku yang harus sms duluan?? Ahh kenapa aku harus malu? Jika aku tak berani, kapan lagi aku bisa dekat dengan pria batin ku bertekad.
***
Membosankan, handphone ku terasa sepi tak ada 1 orang pun yang menelepon atau sekedar mengirimkan pesan padaku. Ku lihat satu persatu nama teman-teman di phonebook. Tak ada yang menarik untuk ku ajak bicara. Saat ku lihat nama Pria tertera di daftar phonebook, ingin rasanya aku menyapa. Hanya sekedar iseng ku coba mengirimkan pesan kosong padanya. Pesimis mungkin di balas gak yaa? Beberapa saat kemudian handphone ku bergetar. Ku lihat nama orang yang mengirimkan pesan pada ku. Betapa senangnya aku, Pria membalas pesan yang ku kirim. Awalnya aku ragu untuk mengaku padanya tapi aku takut, aku hanya dianggap pengganggu. Aku mengakui saja, Yuki anak XI AP3, toh dia juga tidak marah pada ku. Ternyata dia baik juga, aku tersenyum.
Setiap sore Pria selalu mengirim pesan padaku, kadang dia mengeluh BT..PUSING..SEPI.. selalu saja seperti itu tetapi sering juga aku yang menghibur dia dengan tebakan konyol. Sms dengan Pria memang menyenangkan tapi membuat pulsa ku tekor juga. Yaa gimana enggak tekor orang aku pakai pulsa yang katanya hemat 1 karakter 1 rupiah ternyata amblas 1 malam.
Aku hanya ingin jadi teman Pria saja, gak salah kan?? Mendengar keluhannya, lelucon, tebakan lucu, setiap hari rasanya penuh warna bukan hanya putih abu.
Pria bercerita padaku tentang cita-citanya.
“Aku ingin jadi TNI_AD ingin mencari pengalaman baru.” katanya.
“Aku juga ingin jadi sastrawan tapi salah masuk jurusan, kalau kakak ingin jadi TNI_AD kenapa malah masuk management?” tanya ku heran. Lagi pula ingin jadi tentara malah masuk perkantoran dari mana ceritanya?? Gubrag!
“kakak nyasar salah masuk jurusan.” katanya sambil cengengesan.
“Hmmpt aneh.” sambil menggeleng-gelengkan kepala dan langsung menunduk. Gubrag! Kataku dalam hati ingin sekali tertawa!
Ku ceritakan pada P5 tentang Pria, mereka bilang pria cowok yang aneh. Dari kejauhan ku lihat Pria datang mengenakan jaket warna hitamnya, sepertinya dia akan menuju barak Osis. Dingin, cuek, kalem yang terlintas dalam benak ku tentang Pria. Tak lama kemudian Dima datang dan bergabung dalam obrolan P5. Banyak pertanyaan-pertanyaan dari P5 untuk pria. Dari Dima kita tahu semua tentangnya. Pria orang yang tertutup tidak suka bicara hal-hal yang kurang penting. Yaa seputaran pria disekolah ternyata banyak juga penggemarnya. Rasa pesimis dan putus asa itu datang kembali di dalam hati ku. “Ini saja sudah cukup bagiku, jangan berharap lebih lagi.”
Malam menyambut dengan dinginnya angin berhembus, karna rintik hujan turun di luar, malam itu rasanya ingin sekali tahu kabar Satria bagaimana dengan someone nya sekarang. Awal menyapa dengan kata “hai” pada sebuah sms. Fikir ku terserah Satria akan membalas atau tidak, beberapa saat kemudian.. Satria membalas pesan yang ku kirim.
“Ada apa Kiiw ?” tanya Satria.
“Eh.. gak apa-apa kok, gimana kabarnya dirimu?? Baik??”
“Gak ahh, aku sakit Kiiw.”
“Lho.. sakit apa dirimu ?” tanya ku heran.
“Sakit hati.” Dengan wajah murung terselip di dalam sms nya.
“sakit hati kenapa?” aku mulai simpati.
“di bohongi.” Katanya lagi. Di saat Satria seperti itu aku hanya bersimpati ala kadarnya memberikan perhatian.
“kejahatan di balas kebaikan itu lebih baik dari pada kejahatan di balas dengan kejahatan anggap yang pernah terjadi hanya angin lalu dengan begitu kita bisa menyadari apa yang salah pada diri sendiri.”
Satria mengiyakan dalam sms nya. Aku tersenyum kecil “hanya angin lalu yaa angin lalu.” Satria cinta ku hilang karna dia lebih memilih orang lain dari pada ku. Tetapi ku hargai dia apapun yang terjadi itu keputusannya.
***
Sudah 1 bulan aku mengenal Pria, aku mulai tidak merasa canggung lagi dengan nya. Tahun depan sekolah mengadakan kunjungan perusahaan ke JOGYAKARTA. Tekad ku sebelum aku pergi kesana, aku harus sudah dapat pacar. harapan yang konyol tapi mungkin saja bisa terjadi.
Malam-malam yang sendu. tak seperti biasa, rasanya aku ingin menonton televisi. menonton acara yang membuat ku tertawa geli di buatnya. Pria juga suka acara itu. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Suara handphone ku berbunyi. Ku lihat yang mengirimkan pesan dan seperti dugaan ku itu pria. Awal aku hendak membuka pesan nya perasaan ku masih biasa saja, saat ku baca “hhaah?? gak salah” aku kaget. dalam sms nya dia mengatakan sesuatu yang tak pernah ku duga sebelumnya.
“mau gak jadi pengisi hati ku?” ini membuat ku bingung. Jujur saja aku memang mengharapakan nya tapi apakah harus secepat ini?. Bahagia rasanya tapi ini aneh, aku mulai tersenyum-senyum belum sempat untuk membalas smsnya. Perasaan ku begitu ragu untuk nya. Ku tanya lagi meyakinkan dengan apa yang dia katakan.
“ahh. itu pasti bohong. Cuma mau main-main kan, mau bikin aku gr pasti ya?”
“serius, gak bohong. kamu mau kan jadi pengisi hati ku??” dia begitu yakin.
“gimana ya?” bingung. dari awal niat ku hanya ingin jadi temannya saja. kenapa seperti ini?. aku ingat pada tekad yang sudah ku ucapkan waktu itu aku harus sudah dapat pacar sebelum berangkat ke jogya nanti.
“kalu tidak mau tidak apa-apa, aku gak akan maksa kok”
“mmm.. ya sudah. aku mau jadi seperti kamu mau tapi apa kamu gak malu nanti di sekolah??”
“untuk apa aku malu. tenang saja.” dia tersenyum.
“syukurlah. Jika kamu merasa begitu.”
Hari-hari yang ku jalani menjadi tak kesepian lagi. karna, selalu ada pria yang menemani ku. Sayang, say, yang selalu dia ucapkan padaku. Awalnya memang begitu menggelikan, membuat ku bergetar dan berdebar. Setiap malam pria menemani ku dengan smsnya sampai aku akan pergi tidur. Semakin hari semakin pria lebih terbuka dengan dirinya padaku. Syukurlah itu membuat ku senang.
Malam tahun baru. Malam terakhir tahun 2011, aku berdoa dan berterima kasih pada yang maha kuasa karena tahun ini aku diberikan segala yang ku ingin dan yang ku harapkan.
“ya Allah, terima kasih dengan semua yang telah engkau berikan kepada ku tahun ini. Engkau memberikan ku kesehatan dan keselamatan di dunia sampai saat ini. Engkau memberikan aku kesabaran dalam menempuh cobaan mu. Dan engkau memberikan aku seseorang yang bisa menemani di sepanjang hari ku dengan senyum. Aku memohon dan aku selalu berdoa kepada mu ya Allah agar selalu dimudahkan dalam segala urusan ku di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Amiin.”
Malam semakin larut. Sebelum berganti tahun aku ingin kita saling jujur dengan perasaan masing-masing.
“Pria, sebelum datang besok aku ingin kita jujur. apa kamu punya rahasia yang masih di sembunyikan dan yang tak ku ketahui?” awal ku memulai pembicaraan. Ditemani dinginnya malam dan bintang-bintang yang behamburan di langit luas.
“ok. Aku punya 1 teman perempuan yang sangat dekat dengan ku, kemana-mana kita bareng. Tapi, aku hanya anggap dia adik. gak salah kan?” kata Pria.
“mm. hanya sebagai adik ya? yaa aku gak melarang kok. Terserah yang penting masih ada saling percaya.” aku mendongak ke arah Pria.
“sekarang giliran kamu yang harus mengatakan apa yang kamu rasakan?” Pria balik bertanya pada ku.
“entahlah. aku bingung mengatakan ini.” aku menghela nafas sejenak sebelum meneruskan perkataan ku.
“aku bingung dengan perasaan ku, kenapa aku masih ragu sama kamu? keragu-raguan itu semakin hari semakin besar. Aku gak tahu mengapa seperti ini. apa kamu merasa sama seperti ku?” aku meneruskan pembiacaraan ku.
“mungkin itu hanya perasaan mu saja. tapi bagaimana pun aku suka kok. kamu jangan khawatir dan jangan terlalu memikirkan hal itu.” Pria berusaha meyakinkan aku.
“iya, maaf kalau aku berfikiran seperti itu. mmm sebentar lagi aku akan ada kunjungan perusahaan ke Jogja.”
Pria tersenyum tipis dan terlalu tipis sampai senyum nya itu tak dapat terlihat.
“aku tahu itu. hati-hati disana ya. dan jangan lupa oleh-olehnya hhehehe.” sambil cengengesan.
“hhuh. nanti saja kalau aku ingat hhaha.”
Rasanya hangat dengan canda dan tertawa bersama. Kembang api mulai tersulut. Satu persatu menampakan kilaunya, berlomba untuk menjadi yang terindah malam itu. Jaga selalu hati mu yaa , aku ingin kita akan tetap bertahan seperti ini, berselimut dengan rasa yang takan mungkin pudar.
***
Pagi-pagi buta aku sudah terbangun dalam tidur nyenyak. Hari ini tiba saat nya aku berangkat ke Jogja. Pakaian dan makanan yang sudah ku siapakan sejak kemarin tersimpan rapi tinggal ku bawa dengan tas ransel. 05.30 bis sudah menunggu rombongan di depan puskesmas dekat jalan raya. Aku bergegas dengan semangat, tak lupa aku berdoa agar selalu di beri keselamatan sampai dan pulang dari sana. “aku pergi ya, sampai nanti bertemu lagi J ” pesan ku pada Pria.
Bersama p5 aku berangkat. Perjalanan panjang yang melelahkan membuat ku lapar belum sempat aku mengeluarkan camilan sudah ada yang menawari ku makanan. “hhaha thank you yoo.” ucapan terima kasih ku pada Mila. Makan sebari melihat pemandangan hijau di balik jendela, tak terasa sampai membuat ku terlelap. Perjalanan panjang masih tersisa 6 jam lagi untuk sampai di hotel tempat menginap selama 2 hari.
“hhuh panas” kataku sambil memonyongkan bibir ke depan. Cuaca yang menyengat membuat ku basah kuyup karena keringat yang terus membanjiri tubuh ku. Gatal-gatal mulai terasa ingin rasanya cepat mandi. 6 jam berlalu, akhirnya sampai d tempat tujuan. WELCOME TO JOGJAKARTA bersambut dengan derasnya hujan mengguyur. Semua bersorak riang dan terbangun dari tidurnya “yeeeee.. Jogjaaa” melihat keramaian kota jogja meskipun hujan tetap saja menyenangkan.
Sampai kami di salah satu hotel tempat kami semua menginap dan melepas rasa lelah setelah seharian berada dalam bis. Aku dan p5 mendapat kamar nomor 203 yang sangat besar, tempat tidur yang luas samapi 1 orang dapat 1 tempat tidur. Aku merebahkan tubuh ku, rasanya nyaman sekali empuk dan lembut. Dingin nya AC membuat ku menggigil kedinginan.
Tak ingin berlama-lama aku dan p5 –Asti, Dean, Anggra dan Tia- bersiap menuju lobi hotel untuk menikmati makan malam. Kebetulan sekali perut ku memang sudah mulai keroncongan. Kami sibuk dengan pakaian apa yang ingin di kenakan.
“ihh kalian mau pake baju apa?” tanya Asti miss rempong di p5.
“yang biasa aja celana sama kaos pendek, orang Cuma mau makan malem ke lobi.” Kata ku dengan santai.
“habis itu kan kita mau ke malioboro. Masa Cuma gitu doank?” Asti mengernyitkan alis.
“ya udah pakai yang ada. Pake yang kalian bawa, gitu aja repot.” Tia menyela obrolan kami. Aku dan Asti bertatap wajah menaikan alis dan berpakaian masing-masing sesuai dengan yang dibawa.
Selesai bersiap. Kami menuju lobi bawah bersama-sama, tidak lupa mengunci pitu kamar dan menitipkan nya pada respsionis hotel. Menuruni beberapa anak tangga karena kamar yang terletak di dasar lantai 2. Rencana nya kami di perboleh kan untuk berjalan-jalan sebentar ke pusat belanja Malioboro. Nasi hangat dengan sayur-sayuran dan teh manis ditemani suara air bergericik membuat nyaman suasana santai. Akhirnya, perut ku sudah terasa kenyang.
Tiba saat nya kami ke malioboro berburu penak-pernik khas Jogjakarta. Malam terasa lebih indah di hiasi lampu-lampu kota yang berwarna-warni, jalanan yang sedikit becek tak menghalangi semangat untuk menikmati keindahan malam Jogjakarta. Terlihat hilir mudik turis-turis asing dan lokal, abang tukang becak yang siap di setiap emperan jalan mengantar penumpang kemanapun tempat yang akan dituju. Rasanya aku tidak sedang bermimpi menapaki kaki di tanah Jogja untuk pertama kalinya.
Kali ini aku ingin membelikan Pria gelang-gelang yang sama. Kebetulan sekali Ku temukan 2 dengan bentuk dan warna yang sama bertuliskan Jogja dan terkancing. “semoga saja Pria suka dengan gelang-gelang ini” kata ku dalam hati. Di kejauhan aku melihat Dera yang juga sedang berburu pakaian dan pernik, entah kenapa tatapan ku tak terus tertuju padanya. Wanita itu membuat ku bingung. Aku dan dera kenal sejak acara camping tahun lalu, setiap bertemu kami selalu saling sapa dan tersenyum. Aku merasa ada yang aneh saat aku melihatnya, seperti ada sesuatu yang mengganjal tentang Dera dan Pria. Tak ingin merusak suasana malam ini tak ku hiraukan fikiran itu mungkin hanya perasaan ku saja.
Hari yang melelahkan. Selesai berbelanja kami kembali ke hotel tepat pukul 09.30 malam, tetapi jalanan masih di penuhi hiruk pikuk orang-orang yang seakan enggan untuk kembali ke peraduan untuk terlelap. Udara dingin kota Jogja mulai berselimut. Sejak pagi aku tak tahu bagaimana kabar Pria di bandung, belum ada pesan darinya. Tetapi rasanya aku begitu malas, sejak ku lihat Dera tadi. Aku membiarkan fikiran ku melayang, raga ku terbaring di tempat tidur. Mataku menatap langit-langit bercat putih. Tiba kemudian handhone ku bergetar. Pria yang mengirim pesan pada ku untuk mengucap selamat malam.
“met tidur ya J”
“hhehe met tidur juga.”
“udah sampai di jogja?”
“udah kok, dari tadi sore. Yang disana lagi apa? J”
“lagi mikirin kamu :p”
“hhaha gombal :D”
“kapan pulang ke bandung L?”
“nanti 2 hari lagi. Baik-baik di sana yaa J”
“iya.iya jangan khawatir. Aku tunggu kamu J”
“ok. Met tidur. Met mimpi indah. Have a nice dream my lonelines prince J” pesan ku berakhir.
Malam pertama menginap, mata tak bisa terpejam tapi yang lain nya sudah tertelap tidur dengan nyenyak nya. ku pandangi satu per satu wajah-wajah yang sedang terlelap itu, membuat ku geli dan terbahak saat melihat nya. Dean, Anggra dan Tia mungkin saja sudah memasuki alam mimpinya. Hanya tinggal aku dan Asti yang masih terjaga sampai larut. Sampai saat nya tak terasa kami semua sudah berada di alam mimpi menyusul ke Dean, Anggra dan Tia.
Pagi-pagi sekali sekitar pukul 04.00 dini hari aku terbangun dari tidur yang tidak nyenyak. Semalaman badan ku terus saja terusik-usik mencari tempat nyaman untuk bersandar, sayang nya tak ku dapati itu. Mandi dan membersihkan diri, bersantai sejenak dengan shower mengalir yang membasahi ujung rambut hingga bawah kaki. Segar rasanya, badan ku tercium wangi dan bersih sementara mereka masih saja terbaring di tempat tidur.
Hari pertama mengunjungi candi borobudur. Kata kakak ku di candi udaranya sangat panas jadi lebih baik pakai baju panjang supaya tertutup dan kulit yang hitam tidak semakin gersang. Baju yang ku pakai sederhana hanya jaket biru, celana panjang, kupluk dan sepatu kets. Sarapan kali ini di salah satu rumah makan terkenal di Jogja, perjalannya cukup jauh dari hotel sebelum menuju candi. Jadi, kami menggunakan bis untuk menempuhnya. Rasa kantuk yang masih tersisa semalam membuatku tertidur saat berada di dalam bis, untung saja aku duduk sendiri jadi masih ada tempat yang cukup untuk sekedar merebah dan menutup mata sejenak. Suara alunan musik dangdut yang di putar anak-anak sedikit membuat ku bising belum lagi suara-suara lainnya. Mata ku jadi merah dan berkantung. Aku lebih banyak diam dan berguman sesekali untuk benyanyi. Tidak berselera untuk makan karena perut ku sudah dikocok-kocok di perjalanan. Ingin rasanya cepat sampai saja.
Tak ada sedikit pun fikiran pada Pria. Aku hanya fokus melihat-lihat jalanan yang banyak berdiri patung-patung dan candi-candi kecil yang menghias sudut kota. Akhirnya setelah perjalanan dari kota Jogjakarta menuju magelang yang cukup melelahkan, tiba juga kami di pintu masuk menuju candi borobudur. Nampak jelas terasa keindahan yang terlihat, disekeliling terhampar luas halaman yang sangat besar belum lagi suara alunan gamelan khas jawa yang mengiringi.
Satu persatu anak tangga kami naiki, betapa panjang nya hingga membuat ku lelah. Relief yang terlihat indah, dan bangunan kokoh tanpa perekat membuat ku takjub. Banyak wisatawan asing hilir mudik di sekitaran candi. Sangat indah ketika sampai pada puncak nya, semua terlihat sangat jelas. Tak lupa juga aku dan p5 berfoto dengan turis asing. “would you can photos with our?” kata ku pada salah seorang bule. “ohh. Ok.” Bule itu menjawab dengan singkat. Mulai kami untuk berfoto beberapa kali dengan menggunakan kamera digital. “thank you mister.” Kami mengucapkan terima kasih setelah berfoto. “hhahaha senang nya. Akhirnya bisa juga foto-foto bareng bule.” Sembari melihat-lihat hasil jepretan.
Hari yang melelahkan. Seharian berjalan-jalan dan melihat-lihat keindahan suasana candi dan keadaan sekitarnya. Kaki ku mulai lelah dan badan ku berkeringat ingin rasanya cepat pulang, ingin mandi dan membersihkan diri. Yang lebih pasti juga ingin rasanya cepat pulang ke Bandung karena aku sudah rindu dengan kota taman itu.
Tak terasa sudah 2 hari. Tiba saat nya malam ini untuk pulang menuju Bandung, sebelum nya itu aku membelikan oleh-oleh sebuah topi berwarna merah hitam pesanan Pria. Aahhh senangnya. Perjalanan yang sangat panjang harus terlewati lagi. 12 jam dilalui. Untung saja hari sudah malam jadi tidak terlalu membuat ku kepanasan saat berada dalam bis.
Jumat pagi kami sudah berada di Bandung. “syukurlah alhamdulilah udah sampai J” aku memberi tahu pria pagi-pagi buta. Semuanya turun dari bis dengan wajah kusut karena baru terbangun dari tidur yang sangat tidak nyenyak menurutku. Kembali ke rumah aku langsung menggebrakan tubuh ke atas kasur. Rasanya sungguh nyaman berada di rumah kembali.
***
Hari kembali untuk ke sekolah, aku ingin cepat bertemu dengan Pria. Ingin cepat bercerita dengan pengalaman selama disana. Aku membawa topi merah hitam dan gelang couple yang ku simpan di dalam tas ransel ku. Senang sekali melihat nya lagi yang sedang berjalan dengan Dima di koridor. Padahal Pria sudah ada di depan ku, mengapa rasanya aku tak berani untuk menyapa. “kiww, itu dia. Cepet keburu pergi lagi.” Suruh p5 padaku. “ahh nanti sajalah aku malu.” Kataku.
Dima melihat ku dari kejauhan sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu pada ku. Saat aku sedang mencari buku bahasa indonesia di perpustakaan tiba-tiba Dima memanggilku.
“kiww !” sahut Dima yang sedang berjalan di koridor sekolah.
“hhey. Ia kenapa?” tanya ku sambil menyapa nya.
“gak apa-apa kok Cuma pengen ngobrol-ngobrol aja. Boleh kan?” dima balik bertanya pada ku.
“boleh kok.” Aku dan Dima kemudian menuju taman sekolah dan mulai berbincang.
“ada apa Dim. Sepertinya kamu ingin mengatakan sesuatu?” aku mendongakan kepala sambil bertanya.
“kamu masih dengan Pria?” Dima balik bertanya pada ku.
“masih. Ada apa sii kenapa gak langsung to the point aja.” Kata ku menyeru Dima.
“bukan gitu juga kiww. Aku Cuma takut kamu sakit hati dengar ini dari aku. Dan bukan maksud aku juga untuk merusak hubungan kalian.” Dima menghela.
“sakit hati kenapa?” aku semakin penasaran.
“tapi maaf sebelumnya. Aku bakal kasih tau semua tentang cowo itu. Sebenernya dia banyak yang suka bukan Cuma kamu aja. Kamu tau kan?”
“ia aku tau. Kan kamu yang pernah bilang waktu itu.”
“kamu tau kalau Dera juga dekat dengan Pria?”
“hhah. Dia juga?” aku mengernyitkan alis.
“ia. Sebenanya kamu tau kan kita suka ada di barak. Nah, Dera juga. Dan kamu tau apa yang mereka lakukan di barak?”
“memangnya di barak mereka ngapain aja?”
“aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Tanpa malu mereka mesra-mesraan di depan ku, suap-suapan bareng, duduk-duduk bareng. Padahal aku juga tau mereka gak ada hubungan apa-apa. Dan sewaktu kalian di Jogja, mereka telfonan.” Dima membeberkan tentang Pria dan Dera.
Pantas saja perasaan ku selalu aneh jika aku melihat Dera. Dan terasa canggung untuk menyapa Pria. Aku tidak kuat untuk menahan air mataku. Aku mulai tersengguk dan menahan nafas sejenak lalu kemudian dihembuskan kembali.
“terus?” aku ingin mendengar nya lagi.
“terus, aku gak mau kamu semakin lama dan semakin sakit dengan dia. Semakin cepat kamu tau semakin baik agar kamu juga tau bagaimana dia. Udalah jangan tangisi dia. Percuma saja air mata mu itu jatuh untuk menagisi dia. Sayang air matanya keluar sia-sia saja.” Dima berusaha menenangkan aku yang semakin banyak mengeluarkan air mata.
“aku gak nangisi dia kok. Aku Cuma mau menghilangkan beban ku sedikit saja. Agar aku..” belum sempat aku melanjutkan Dima memotong.
“beban kamu itu gak akan berkurang dengan tangisan. Disini kamu menangis siapa tau sekarang dia lagi senang-senang sama Dera. Lagi ketawa-ketawa, becanda-becanda. Kamu Cuma bisa nangis disini.” Dima menyentak.
“terus sekarang aku harus gimana? Gak semudah itu aku melupakan yang sudah terjadi Dima.” Aku menagis dan semakin menangis.
“sekarang kamu bicara dengan Pria. Dan setelah itu anggap yang penah terjadi hanya sebagai angin yang menyapa dan berlalu. Kamu jangan menangis lagi.” Dima mengusap-usap kepalaku dan berusaha meyakinkan aku untuk bisa melupakan nya. Aku hanya menganggukan kepala dan berusaha tegar mendengar kenyataan dari Dima. Kemudian kita berpisah karena bel masuk sudah berbunyi.
Aku mengirim pesan pada Pria. “kita ketemu ya di taman belakang sekolah. Jangan lupa J”. Beberapa saat kemudian Pria datang dengan senyum nya tapi tak ku balas senyum yang membuat ku sakit itu.
“ada apa? Mana topi cintaku itu masih ada kan?” kata Pria merayu.
“sudahlah kamu jangan pernah memanggil ku dengan kata itu lagi. Aku sudah benci !” nada ku sedikit menyentak.
“kenapa seperti itu? Ada apa cepat katakan nanti aku akan jawab.”
“kamu bohong. Kamu yang bilang jangan pernah bohongi. Mana sekarang kamu malah bohong sama aku. Kamu jahat !”
“aku bohong apa??” Pria tak mengerti.
“kamu tanya sama diri kamu sendiri.”
“oke. Aku jujur aku emang deket sama seseorang. Apa gak boleh?”
“boleh kok. Gak ada yang melarang kamu. Tapi apa pantas seperti itu dengan dia. Di barak. Mesra-mesraan. Kamu gak menghargai aku sebagai pacar kamu?”
“dia siapa? Yang ku pacari Cuma kamu aja. Gak ada yang lain”
“bohong !”
“Dera maksudnya? Aku hanya berteman dengan dia. Gak lebih dari itu. Karna dia baik sama aku makanya aku juga begitu.”
“tapi apa harus berlebihan seperrti itu? sudahlah. Kamu lebih baik dengan dia saja. Mungkin dia yang bisa buat kamu bahagia dari pada ku.”
“jadi kamu cemburu dengan dia?”
“apa?? Cemburu?? Gak guna dan gak akan pernah ada guna nya untuk aku cemburu sama kamu. Mulai sekarang kita masing-masing.” Aku mendongak.
“maafin aku. Bukan maksud aku seperti itu.”
“lupakan. Simpan saja kata maaf mu itu. Dan pergilah kamu semoga kamu bahagia sama dia.” Aku pergi meninggalkan dia sendiri.
Tanpa kusadari Dera melihat pertengkaran kami. Kini aku berada diantara keduanya, antara Pria yang berada di belakang ku dan Dera yang sedang ada dihadapan ku. Aku membalikan kepala ke arah dimana Pria berdiri dan kemudian aku membalikannya lagi. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku pergi meninggalkan keduanya dengan isak tangis yang ku tahan. Perih batin ku tak dapat terungkap lagi dengan kata, senyum pun rasanya sulit untuk tergores kembali.
Setelah kejadian itu, Dera juga menceritakan semuanya kepada ku. Ternyata apa yang dikatakan dima saat itu benar adanya. Dan Dera juga menyimpan rasa yang sama hingga dia, seperti ku tak dapat menahan lagi tangis yang berada di ujung bola matanya. Sungguh aku hanya bisa diam saja, dan aku hanya bisa menjadi pendengar pasif yang tak sedikit pun dapat berkomentar. Pria, apakah dia merasa bersalah dengan yang pernah dilakukannya?.
Ahh. Khayalan itu sudah lenyap saat ku sadari, aku sudah ada di depan pintu gerbang rumah ku. Dengan pakaian yang basah kuyup. Namun hujan sudah kembali reda. “hmmm... yang sudah berlalu kini biarlah berlalu. Biarkan hanya menjadi kenangan. Biarkan dia yang pernah datang hanya menjadi angin yang berhembus dan berlalu. Kini Satria ku yang hilang telah datang kembali dan menyambut ku dengan cinta yang tulus.”
***
NAMA : RIZKI NOVIANTI
ALAMAT : JLN.DESA 1, KIARA CONDONG
BANDUNG
NO.TELP : 02295232654
FB : rizki_ccc@yahoo.co.id
NO.REK : CMIB_2050101128118
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment